Taman Siswa hadir sebagai salah satu organisasi pendidikan yang tetap berdiri sampai sekarang. Asam garam perjuangan telah dilalui dari berbagai era, dimulai dari jaman pra kemerdekaan sampai sekarang ini. Jejak-jejak perjuangan Taman Siswa tidak bisa dilepaskan dari sosok RM Soewardi Soerjaningrat (Ki Hadjar Dewantoro) sebagai founding father pergerakan organisasi tersebut. Sebagai salah satu saksi perjuangan beliau, Museum Dewantoro Kirti Griya merupakan museum yang berusaha mengabadikan kehidupan dan perjuangan RM Soewardi Soerjaningrat. Museum ini menceritakan kembali riwayat kehidupan Beliau dari usia muda hingga wafat dengan segala pernak-pernik perjuangan beliau lewat dunia pendidikan.
Dibesarkan dalam lingkungan Kraton Kadipaten Puro Pakualaman, RM Soewardi Soerjaningrat tidak terbuai dengan segala kemudahan yang didapatkan pada waktu itu, Beliau merasa prihatin dengan nasib rakyat yang tidak bisa mengeyam pendidikan sampai tingkat tinggi seperti yang beliau dapatkan. Pada perkembangannya beliau melepas gelar keningratannya dan menamani dirinya dengan sebutan Ki Hadjar Dewantoro. Bersama Dr. Douwes Dekker dan dr. Tjipto Mangoenkoesoemo beliau mengambil langkah stategis dengan jalan mendirikan Tiga Serangkai sebagai media melawan Hindia-Belanda di bidang pendidikan dan politik.
Pengalaman berjuang dan berorganisasi tidak membuat Ki Hadjar Dewantoro mudah menyerah terhadap perlawanan dan tekanan dari Pihak Belanda yang terus berusaha mematikan sepak terjang beliau. Dengan keteguhan dan keberanian hati, Ki Hadjar Dewantoro membentuk organisasi pendidikan bernama Nationaal Onderwijs Instituut Tamansiswa, salah satu karya besarnya yang mewujud nyata dan masih eksis hingga kini telah melebarkan sayapnya hingga di beberapa kota di Jawa, Sumatra, dan Bali. Pendirian lembaga pendidikan Tamansiswa bertujuan melepaskan orang-orang pribumi dari belenggu kebodohan. Apabila kondisi suatu bangsa bodoh, maka bangsa lain dengan sangat mudah menindasnya, seperti praktik kolonialisasi oleh Hindia-Belanda di nusantara yang terjadi selama 350 tahun. Untuk mengenang jasa beliau dan memberikan semangat kepada kita semua, setiap tanggal 2 Mei diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional di setiap tahunnya dimana tanggal tersebut diambil dari tanggal kelahirannya.
Mengunjungi Museum Kirti Griya Dewantoro kita akan melihat sebuah biografi beliau melalui benda-benda peninggalan beliau dan foto-foto yang dipajang melalui tatacara tertentu di ruang-ruang ekshibisi museum. Wisatawan yang mengunjungi museum ini akan terkagum-kagum dengan koleksi ribuan buku milik Ki Hadjar Dewantara yang tersusun rapi di rak-rak yang terbuat dari kayu jati. Museum ini juga menampilkan beberapa karyanya yang fenomenal. Misalnya, tulisannya yang berjudul Ais Ik eens Nederlander Was atau Seandainya Saya Seorang Belanda dan Een voor Allen maar Ook Allen voor Een atau dalam bahasa Indonesia berjudul Satu untuk semua, tetapi semua untuk satu jua? Selain itu, satu karyanya yang menumental adalah Sari Swara, yakni buku berisi tangga nada Jawa dalam musik gamelan yang telah dikonversi menjadi bentuk partitur Barat.
Jika membandingkan dengan museum di Barat barangkali wisatawan tidak akan terlalu terkesan dengan model rancang-bangun museum yang notabene adalah rumah Ki Hadjar Dewantara sendiri, namun wisatawan akan mengerti banyak bagaimana sulitnya perjuangan beliau pada ranah politik dan jurnalistik melalui lembaran-lembaran buah pemikirannya di awal abad ke-20. Museum ini menyediakan perpustakaan yang memadai jika wisatawan tertarik mendalami pemikiran Ki Hadjar Dewantara.
Dibesarkan dalam lingkungan Kraton Kadipaten Puro Pakualaman, RM Soewardi Soerjaningrat tidak terbuai dengan segala kemudahan yang didapatkan pada waktu itu, Beliau merasa prihatin dengan nasib rakyat yang tidak bisa mengeyam pendidikan sampai tingkat tinggi seperti yang beliau dapatkan. Pada perkembangannya beliau melepas gelar keningratannya dan menamani dirinya dengan sebutan Ki Hadjar Dewantoro. Bersama Dr. Douwes Dekker dan dr. Tjipto Mangoenkoesoemo beliau mengambil langkah stategis dengan jalan mendirikan Tiga Serangkai sebagai media melawan Hindia-Belanda di bidang pendidikan dan politik.
Pengalaman berjuang dan berorganisasi tidak membuat Ki Hadjar Dewantoro mudah menyerah terhadap perlawanan dan tekanan dari Pihak Belanda yang terus berusaha mematikan sepak terjang beliau. Dengan keteguhan dan keberanian hati, Ki Hadjar Dewantoro membentuk organisasi pendidikan bernama Nationaal Onderwijs Instituut Tamansiswa, salah satu karya besarnya yang mewujud nyata dan masih eksis hingga kini telah melebarkan sayapnya hingga di beberapa kota di Jawa, Sumatra, dan Bali. Pendirian lembaga pendidikan Tamansiswa bertujuan melepaskan orang-orang pribumi dari belenggu kebodohan. Apabila kondisi suatu bangsa bodoh, maka bangsa lain dengan sangat mudah menindasnya, seperti praktik kolonialisasi oleh Hindia-Belanda di nusantara yang terjadi selama 350 tahun. Untuk mengenang jasa beliau dan memberikan semangat kepada kita semua, setiap tanggal 2 Mei diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional di setiap tahunnya dimana tanggal tersebut diambil dari tanggal kelahirannya.
Mengunjungi Museum Kirti Griya Dewantoro kita akan melihat sebuah biografi beliau melalui benda-benda peninggalan beliau dan foto-foto yang dipajang melalui tatacara tertentu di ruang-ruang ekshibisi museum. Wisatawan yang mengunjungi museum ini akan terkagum-kagum dengan koleksi ribuan buku milik Ki Hadjar Dewantara yang tersusun rapi di rak-rak yang terbuat dari kayu jati. Museum ini juga menampilkan beberapa karyanya yang fenomenal. Misalnya, tulisannya yang berjudul Ais Ik eens Nederlander Was atau Seandainya Saya Seorang Belanda dan Een voor Allen maar Ook Allen voor Een atau dalam bahasa Indonesia berjudul Satu untuk semua, tetapi semua untuk satu jua? Selain itu, satu karyanya yang menumental adalah Sari Swara, yakni buku berisi tangga nada Jawa dalam musik gamelan yang telah dikonversi menjadi bentuk partitur Barat.
Jika membandingkan dengan museum di Barat barangkali wisatawan tidak akan terlalu terkesan dengan model rancang-bangun museum yang notabene adalah rumah Ki Hadjar Dewantara sendiri, namun wisatawan akan mengerti banyak bagaimana sulitnya perjuangan beliau pada ranah politik dan jurnalistik melalui lembaran-lembaran buah pemikirannya di awal abad ke-20. Museum ini menyediakan perpustakaan yang memadai jika wisatawan tertarik mendalami pemikiran Ki Hadjar Dewantara.
1 komentar:
owh..ini juga museum tah
kirain cuma sekolah ..
Posting Komentar