Mungkin banyak dari kita mengetahui nama Marsekal Muda Anumerta Agustinus Adisutjipto, Marsekal Muda Anumerta Prof. Dr. Abdulrachman Saleh, Marsekal Muda Anumerta Abdul Halim Perdanakusuma, dan Marsekal Muda Anumerta Iswahjudi hanya sekedar nama bandara udara di berbagai kota yang ada di Indonesia. Oleh karena itu, untuk mengetahui beliau berempat secara lebih mendalam kita bisa berkunjung di Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala atau Museum Dirgantara. Di museum ini, kita bisa melakukan perjalanan melewati relung masa lalu dengan melihat koleksi peninggalan sejarah perjuangan TNI AU. Dengan jumlah koleksi hampir mendekati angka 10000 kita bisa merasakan nafas perjuangan para pendiri TNI AU melalui dokumentasi berupa foto, prasasti, patung founding fathers TNI AU, model pakaian dinas serta tidak ketinggalan pula wahana diorama. Museum ini juga memiliki koleksi peralatan perjuangan mulai dari beragam jenis Alutsita (Alat Utama Sistem Senjata), hingga teknologi informasi (radio pemancar dan radar). Untuk memudahkan pengunjung dalam melihat koleksi Museum Dirgantara ini, pihak pengelola membagi tujuh ruangan yang berbeda, antara lain Ruang Utama, Ruang Kronologi I dan II, Ruang Alutsista, Ruang Paskhas, Ruang Diorama dan Ruang Minat Dirgantara.
Museum Perjuangan TNI AU adalah cikal bakal dari Museum Dirgantara Mandala yang pertama kalinya diresmikan oleh Panglima Angkatan Udara Laksamana Roesmin Noerjadin, pada tanggal 4 April 1969 di Markas Komando Udara V Tanah Abang Bukit Jakarta. Perpindahan museum dari Jakarta menuju Yogyakarta didasarkan pada faktor sejarah perjuangan kota Yogyakarta pada periode 1945-1949 sebagai pusat latihan bagi Taruna Akademi Udara. Museum Dirgantara Mandala adalah gabungan dari Museum Perjuangan TNI AU dengan Musem Ksatrian yang sudah ada di Yogyakarta. Peresmian kedua museum ini dilakukan oleh Marsekal TNI Ashadi Tjahjadi menjadi Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala pada tanggal 29 Juli 1978 yang bertepatan dengan peringatan Hari Bhakti TNI AU. Perpindahan museum dari Jakarta ke Yogyakarta masih menyisakan permasalahan tempat untuk menyimpan koleksi Alutsista yang ada, maka Museum Dirgantara Mandala berpindah untuk ketiga kalinya yaitu di gudang bekas pabrik gula di Wonocatur di kawasan Landasan Udara Adisutjipto. Gedung museum baru itu kemudian diresmikan pada tanggal 29 Juli 1984 oleh oleh Kepala Staf TNI AU, Marsekal TNI Sukardi.
Memasuki kawasan Museum Dirgantara, para pengunjung akan mendapati sambutan beberapa pesawat tempur dan cargo yang dipajang di halaman museum. Pesawat tempur tipe A4-E Skyhawk menjadi salah satu dari tim penyambutan para pengunjung yang dipajang di muka gedung museum. Setelah memasuki ruang utama, para pengunjung akan disambut oleh empat patung tokoh perintis TNI-AU, yaitu Marsekal Muda Anumerta Agustinus Adisutjipto, Marsekal Muda Anumerta Prof. Dr. Abdulrachman Saleh, Marsekal Muda Anumerta Abdul Halim Perdanakusuma, dan Marsekal Muda Anumerta Iswahjudi.
Sebagai menu pembuka kunjungan, para pengunjung pertama kalinya memasuki Ruang Kronologi I. Di ruangan ini pengungjung akan mendapatkan informasi sejarah awal pembentukan angkatan udara di Indonesia. Berbagai peristiwa terdokumentasi di ruang ini, Penerbangan pertama pesawat merah putih pada 27 Oktober 1945 sebagai serangan balasan terhadap Belanda, berdirinya Sekolah Penerbangan Pertama di Maguwo pada 07 November 1945 yang dipimpin oleh Adisutjipto, berdirinya TRI Angkatan Udara pada 9 April 1946. Masih dalam satu ruangan yang sama juga dipamerkan berbagai peralatan radio dan foto penumpasan berbagai pemberontakan di tanah air, seperti pemberontakan DI/TII, Penumpasan G 30 S/PKI, serta Operasi Seroja. Pada ruangan selanjutnya, dipajang berbagai jenis pakaian dinas yang biasa digunakan oleh para personel TNI-AU, meliputi pakaian tempur, pakaian dinas sehari-hari, hingga pakaian untuk tugas penerbangan.
Memasuki ruangan dengan rancang bangun hangar pesawat, para pengunjung disuguhkan dengan koleksi Alutsista atau Alat Utama Sistem Senjata yang pernah digunakan oleh TNI-AU. Dari pesawat tempur pesawat tempur dan pesawat angkut, model mesin-mesin pesawat, radar pemantau wilayah udara, serta senjata jarak jauh seperti rudal. Berbagai macam koleksi pesawat yang diproduksi dari berbagai negara mulai dari pesawat buatan Amerika, Eropa hingga buatan dalam negeri. Dari berbagai koleksi yang dipamerkan terdapat salah satu jenis pesawat tempur seri P-51 Mustang buatan Amerika Serikat. Pesawat ini memiliki sejarah panjang di dunia kedirgantaraan di Indonesia. Digunakan dalam berbagai operasi menjaga integrasi negara dalam penumpasan pemberontakan DI/TII, Permesta, Operasi Trikora dan Dwikora serta penumpasan G 30 S/PKI. Pesawat lainnya yang tak kalah menarik adalah pesawat buatan Inggris, namanya Vampire tipe DH-115. Pesawat ini merupakan pesawat jet pertama yang diterbangkan di Indonesia pada tahun 1956 oleh Letnan Udara I Leo Wattimena.
Salah satu koleksi yang sangat penting dalam sejarah cikal bakal TNI AU adalah replika pesawat Dakota C-47 dengan nomor seri VT-CLA yang ditembak jatuh oleh Belanda di daerah Ngoto, Bangunharjo, Sewon Bantul pada tanggal 29 Juli 1947. Jatuhnya pesawat tersebut menewaskan para pionir Angkatan Udara, antara lain Komodor Muda Udara Adisutjipto, Komodor Muda Udara Prof. Dr. Abdulrahman Saleh, serta Opsir Muda Udara I Adisumarmo Wirjokoesoemo.
Museum ini buka tiap hari Minggu hingga Kamis pukul 08.00?13.00 WIB dan hari Jumat sampai Sabtu pukul 08.00-12.00 WIB. Sedangkan pada hari Senin dan libur nasional tutup.Museum Perjuangan TNI AU adalah cikal bakal dari Museum Dirgantara Mandala yang pertama kalinya diresmikan oleh Panglima Angkatan Udara Laksamana Roesmin Noerjadin, pada tanggal 4 April 1969 di Markas Komando Udara V Tanah Abang Bukit Jakarta. Perpindahan museum dari Jakarta menuju Yogyakarta didasarkan pada faktor sejarah perjuangan kota Yogyakarta pada periode 1945-1949 sebagai pusat latihan bagi Taruna Akademi Udara. Museum Dirgantara Mandala adalah gabungan dari Museum Perjuangan TNI AU dengan Musem Ksatrian yang sudah ada di Yogyakarta. Peresmian kedua museum ini dilakukan oleh Marsekal TNI Ashadi Tjahjadi menjadi Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala pada tanggal 29 Juli 1978 yang bertepatan dengan peringatan Hari Bhakti TNI AU. Perpindahan museum dari Jakarta ke Yogyakarta masih menyisakan permasalahan tempat untuk menyimpan koleksi Alutsista yang ada, maka Museum Dirgantara Mandala berpindah untuk ketiga kalinya yaitu di gudang bekas pabrik gula di Wonocatur di kawasan Landasan Udara Adisutjipto. Gedung museum baru itu kemudian diresmikan pada tanggal 29 Juli 1984 oleh oleh Kepala Staf TNI AU, Marsekal TNI Sukardi.
Memasuki kawasan Museum Dirgantara, para pengunjung akan mendapati sambutan beberapa pesawat tempur dan cargo yang dipajang di halaman museum. Pesawat tempur tipe A4-E Skyhawk menjadi salah satu dari tim penyambutan para pengunjung yang dipajang di muka gedung museum. Setelah memasuki ruang utama, para pengunjung akan disambut oleh empat patung tokoh perintis TNI-AU, yaitu Marsekal Muda Anumerta Agustinus Adisutjipto, Marsekal Muda Anumerta Prof. Dr. Abdulrachman Saleh, Marsekal Muda Anumerta Abdul Halim Perdanakusuma, dan Marsekal Muda Anumerta Iswahjudi.
Sebagai menu pembuka kunjungan, para pengunjung pertama kalinya memasuki Ruang Kronologi I. Di ruangan ini pengungjung akan mendapatkan informasi sejarah awal pembentukan angkatan udara di Indonesia. Berbagai peristiwa terdokumentasi di ruang ini, Penerbangan pertama pesawat merah putih pada 27 Oktober 1945 sebagai serangan balasan terhadap Belanda, berdirinya Sekolah Penerbangan Pertama di Maguwo pada 07 November 1945 yang dipimpin oleh Adisutjipto, berdirinya TRI Angkatan Udara pada 9 April 1946. Masih dalam satu ruangan yang sama juga dipamerkan berbagai peralatan radio dan foto penumpasan berbagai pemberontakan di tanah air, seperti pemberontakan DI/TII, Penumpasan G 30 S/PKI, serta Operasi Seroja. Pada ruangan selanjutnya, dipajang berbagai jenis pakaian dinas yang biasa digunakan oleh para personel TNI-AU, meliputi pakaian tempur, pakaian dinas sehari-hari, hingga pakaian untuk tugas penerbangan.
Memasuki ruangan dengan rancang bangun hangar pesawat, para pengunjung disuguhkan dengan koleksi Alutsista atau Alat Utama Sistem Senjata yang pernah digunakan oleh TNI-AU. Dari pesawat tempur pesawat tempur dan pesawat angkut, model mesin-mesin pesawat, radar pemantau wilayah udara, serta senjata jarak jauh seperti rudal. Berbagai macam koleksi pesawat yang diproduksi dari berbagai negara mulai dari pesawat buatan Amerika, Eropa hingga buatan dalam negeri. Dari berbagai koleksi yang dipamerkan terdapat salah satu jenis pesawat tempur seri P-51 Mustang buatan Amerika Serikat. Pesawat ini memiliki sejarah panjang di dunia kedirgantaraan di Indonesia. Digunakan dalam berbagai operasi menjaga integrasi negara dalam penumpasan pemberontakan DI/TII, Permesta, Operasi Trikora dan Dwikora serta penumpasan G 30 S/PKI. Pesawat lainnya yang tak kalah menarik adalah pesawat buatan Inggris, namanya Vampire tipe DH-115. Pesawat ini merupakan pesawat jet pertama yang diterbangkan di Indonesia pada tahun 1956 oleh Letnan Udara I Leo Wattimena.
Salah satu koleksi yang sangat penting dalam sejarah cikal bakal TNI AU adalah replika pesawat Dakota C-47 dengan nomor seri VT-CLA yang ditembak jatuh oleh Belanda di daerah Ngoto, Bangunharjo, Sewon Bantul pada tanggal 29 Juli 1947. Jatuhnya pesawat tersebut menewaskan para pionir Angkatan Udara, antara lain Komodor Muda Udara Adisutjipto, Komodor Muda Udara Prof. Dr. Abdulrahman Saleh, serta Opsir Muda Udara I Adisumarmo Wirjokoesoemo.